Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

Jumat, 04 Mei 2012

Resensi Novel : Negeri 5 Menara

Baru kali ini saya sempatkan buat nulis tentang novel yang baru saya baca. Karena lupa, juga karena "agak" males nulis akibat banyak tugas sekolah yang menumpuk. Tapi ya, bagi-bagi waktu saja.

Novel Negeri 5 Menara yang pernah saya beli di bukukita.com (baca artikelnya-Pengalaman Beli Buku Online) merupakan salahsatu novel yang inspiratif. Kata dan kalimatnya yang sederhana, sangat mudah di pahami bagi semua kalangan pembaca. Alur ceritanya menarik. Setiap halaman pasti akan membuat penasaran untuk membuka halaman berikutnya. Sungguh pengalaman asik bagi saya.

Bercerita tentang kehidupan di Pesantren. Tepatnya di Pesantren Modern Madani, Jawa Timur. Alif (tokoh utama) dan 6 orang teman-temannya se-angkatan, selalu bermimpi untuk bisa mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat. Menara mesjid utama pesantren adalah tempat mereka berkumpul dan saling menuliskan mimpi-mimpi mereka. Sehingga para santri lain, menyebut mereka Sahibul Menara, penunggu menara.

Film Negeri 5 Menara
Kehidupan Alif selama 4 tahun menjadi santri, selalu di ikuti oleh perasaan penyesalan. Ia tidak pernah terpikir sebelumnya untuk melanjutkan sekolahnya di sekolah agama. Keinginan ibunya lah yang mengharuskan Alif masuk sekolah agama. Secara terpaksa, ia harus merelakan mimpinya sekolah di SMA dengan pergi jauh dari kampungnya.

Rasa menyesal itu sering padam karena kehangatan dan kasih sayang dari sahabat dan para Ustadz Ulama di Pesantren. Para Ustadz selalu memberikan motivasi untuk selalu sabar dalam menjalani kehidupan ini. Sahabatnya yang setia, akan selalu hadir dalam situasi apapun, suka duka selalu bersama. Namun, keutuhan Sahibul Menara itu goyah ketika sahabat Alif, Baso harus keluar dari pesantren karena neneknya sedang sakit parah, dan hanya Baso lah keluarga satu-satunya. Kesedihan amat terasa sekali. Baso, sang santri yang memiliki cita untuk menghapal seluruh ayat Al-Qur'an itu harus pergi meninggalkan Sahibul Menara. Dan kesedihan selalu terasa ketika mereka berkumpul di Menara Mesjid.

Awan di langit yang hadir menemani mereka ketika menunggu Adzan Maghrib, menggambarkan impian-impian mereka untuk mengunjungi berbagai benua di dunia. Tidak ada satu orang pun yang tahu kemana impian itu membawa mereka. Yang mereka tahu adalah : Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Pendengar. Man Jadda Wajadda. Siapa yang bersungguh-sunggu akan berhasil.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar